KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan
Yang Maha Kuasa, yang telah melimpahkan segala karunia, taufiq dan hidayah-Nya,
sehingga terselesaikan Makalah yang berjudul Pengolahan Sampah Di Jepang.
Makalah ini disusun bertujuan agar kita bisa mengetahui
bagaimana cara pengolahan sampah di Jepang dan kita bisa membandingkan dengan cara
pengolahan sampah di Negara kita yaitu Indonesia.
Dalam pembuatan makalah ini kami berterimakasih kepada
pihak – pihak yang telah membantu menyelesaikan pembuatan makalah ini. Makalah
ini dibuat sebagai media pembelajaran jadi masih belum sempurna dan masih
memerlukan saran dan komentar yang sifat membangun demi sempurnanya makalah
ini.
Penyusun
PENDAHULUAN
● Tujuan
Pembuatan Makalah :
Tujuan
pembuatan makalah ini adalah untuk memahami dan mengetahui salah satu tradisi
di Jepang yang perlu diterapkan di Indonesia. Salah satunya adalah Proses
pembuangan sampah di Jepang. Proses pembuangan sampah di Jepang dan di
Indonesia sangatlah berbeda, maka dari itu kami membuat makalah ini untuk dapat
mempelajari tradisi di Jepang untuk diterapkan di Indonesia.
BAB 1
PENANGANAN
SAMPAH DI INDONESIA
Setiap
orang ingin sehat bukan? Ya tentu saja. Ada banyak cara untuk membuat dan
menjalani hidup sehat. Salah satunya adalah dengan menjaga lingkungan kita agar
tetap bersih. Lalu bagaimana cara untuk menjaga lingkungan agar tetap bersih?
Salah satunya dengan cara JANGAN MEMBUANG SAMPAH SEMBARANGAN. Memang, hal ini
merupakan hal yang gampang diucap, tapi masyarakat susah untuk menerapkan
langsung di lingkungan sekitarnya.
Pengelolaan
sampah adalah pengumpulan, pengangkutan, pemrosesan,
pendaur-ulangan, atau pembuangan dari material sampah. Tapi apakah kalian tahu
apa itu sampah? Sampah adalah konsekuwensi dari adanya aktivitas manusia. Sampah merupakan masalah yang umum
terjadi di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Medan, Bandung,
Yogyakarta dan Semarang.
Contohnya kota Jakarta,
pada tahun 1985 menghasilkan sampah sejumlah 18.500 m3 per hari dan pada tahun
2000 meningkat menjadi 25.700 m3 per hari. Jika dihitung dalam setahun, maka
volume sampah tahun 2000 mencapai 170 kali besar Candi Borobudur (Bapedalda,
2000). Sangat memprihatinkan bukan?
Para pemulung yang mengorek-ngorek sampah
tumpukan sampah yang seperti gunung
Kehadiran
sampah sebagai buangan dari aktifitas domestik, komersil maupun industri tidak
bisa dihindari, bahkan semakin kompleks dan meningkat kuantitasnya sejalan
dengan perkembangan ekonomi dari waktu ke waktu. Yang menyedihkan, pemerintah
kita belum mempunyai strategi jitu yang bersifat massal dalam menyelesaikan
permasalah sampah ini.
Sampah diidentifikasi sebagai salah satu faktor penyebab
timbulnya eksternalitas negatif terhadap kegiatan perkotaan. Kepala Dinas
Kebersihan DKI Jakarta mengatakan kondisi volume timbulan sampah di DKI
mencapai 6.594,72 ton per hari per Januari 2009. Dengan rumusan, jumlah
penduduk Jakarta 8,7 juta jiwa (malam hari) di tambah jumlah penduduk commuter
1,2 juta kali 2,97 liter per hari.
Adapun jenis-jenis sampah, antara
lain:
1. Sampah organik, yaitu buangan sisa
makanan misalnya daging, buah, sayuran dan sebagainya.
2. Sampah anorganik, yaitu sisa
material sintetis misalnya plastik, kertas, logam, kaca, keramik dan
sebagainya.
3. Buangan bahan berbahaya dan beracun
(B3), yaitu buangan yang memiliki karakteristik mudah terbakar, korosif,
reaktif, dan beracun. B3 kebanyakan merupakan buangan dari industri, namun ada
juga sebagian kecil merupakan buangan dari aktifitas masyarakat kota atau desa
misalnya baterai, aki, disinfektan dan sebagainya.
Sebagian besar sampah kota yang dihasilkan di Indonesia
tergolong sampah hayati. Rata-rata sampah yang tergolong hayati ini adalah di
atas 65 % dari total sampah. Melihat komposisi dari sumber asalnya maka
sebagian besar adalah sisa-sisa makanan dari sampah dapur, maka jenis sampah
ini akan cepat membusuk, atau terdegradasi oleh mikroorganisme yang berlimpah
di alam ini, dan berpotensi pula sebagai sumberdaya penghasil kompos, metan dan
energi.
Sampah perkotaan adalah limbah yang bersifat padat terdiri
dari bahan organik dan anorganik yang dianggap tidak berguna lagi dan harus
dikelola agar tidak membahayakan lingkungan dan melindungi investasi
pembangunan, yang timbul di kota.
Lingkungan menjadi terlihat kumuh, kotor dan jorok yang
menjadi tempat berkembangnya organisme patogen yang berbahaya bagi kesehatan
manusia, merupakan sarang lalat, tikus dan hewan liar lainnya. Dengan demikian
sampah berpotensi sebagai sumber penyebaran penyakit.
Sampah yang membusuk menimbulkan bau yang tidak sedap dan
berbahaya bagi kesehatan. Air yang dikeluarkan (lindi) juga dapat menimbulkan
pencemaran sumur, sungai maupun air tanah. Sampah yang tercecer tidak pada
tempatnya dapat menyumbat saluran drainase sehingga dapat menimbulkan bahaya
banjir. Pengumpulan sampah dalam jumlah besar memerlukan tempat yang luas,
tertutup dan jauh dari pemukiman.
Berdasarkan uraian tersebut pengelolaan sampah tidak cukup
hanya dilakukan dengan manajemen 3P (Pengumpulan, Pengangkutan dan Penimbunan
di TPA). Sampah dikumpulkan dari sumbernya kemudian diangkut ke TPS dan
terakhir ditimbun di TPA, tetapi reduksi sampah dengan mengolah sampah untuk
dimanfaatlkan menjadi produk yang berguna perlu dipikirkan.
Banyak
sudah literatur yang mengupas masalah konsep pengelolaan sampah, tidak
terhitung sudah banyak ahli lingkungan yang mengerti tentang sampah di
Indonesia. Tetapi masalah sampah tidak pernah teratasi dengan tuntas.
Pemerintah belum berhasil menciptakan sistem pengelolaan sampah yang sesuai
standar dan establish dalam praktek, artinya
diterima secara massal dan tidak akan dirusak oleh suksesi kepemerintahan.
Analisis
pengelolaan sampah di atas menunjukkan bahwa pengelolaan sampah yang dilakukan
sekarang hanya sekedar memindahkan sampah dari area pusat kota ke luar kota
dengan cara yang tidak memenuhi standar. Untuk kondisi pengelolaan sekarang,
terminologi tempat pengolahan akhir belum sesuai digunakan, yang sesuai adalah
tempat pembuangan akhir sampah. Jika memperhatikan analisis di atas, maka harus
dilakukan perbaikan sistem aliran sampah mulai dari hulu hingga hilir.
Berikut ini adalah faktor-faktor yang mempengaruhi system
pengelolan sampah perkotaan, antara lain:
1. Kepadatan dan
penyebaran penduduk.
2. Karakteristik
fisik lingkungan dan sosial ekonomi.
3. Karakteristik
sampah.
4. Budaya sikap
dan perilaku masyarakat.
5. Jarak dari
sumber sampah ke tempat pembuangan akhir sampah (TPA)
6. Sarana
pengumpulan, pengangkutan, pengolahan dan TPA.
7. Kesadaran
masyarakat setempat.
8. Peraturan
daerah setempat.
Bagaimana cara agar mengurangi penumpukan sampah yang ada di Indonesia ini?
1. Metode penghindaran dan pengurangan
Sebuah metode yang penting dari
pengelolaan sampah adalah pencegahan zat sampah terbentuk , atau dikenal juga
dengan "pengurangan sampah". Metode pencegahan termasuk penggunaan
kembali barang bekas pakai , memperbaiki barang yang rusak , mendesain produk
supaya bisa diisi ulang atau bisa digunakan kembali (seperti tas belanja katun
menggantikan tas plastik ), mengajak konsumen untuk menghindari penggunaan
barang sekali pakai (contohnya kertas tissue) ,dan mendesain produk yang
menggunakan bahan yang lebih sedikit untuk fungsi yang sama (contoh, pengurangan bobot kaleng minuman).
2. Metoda Pembuangan
Pembuangan sampah pada penimbunan
darat termasuk menguburnya untuk membuang sampah, metode ini adalah metode
paling populer di dunia. Penimbunan ini biasanya dilakukan di tanah yg tidak
terpakai , lubang bekas pertambangan , atau lubang lubang dalam. Sebuah lahan
penimbunan darat yang dirancang dan dikelola dengan baik akan menjadi tempat
penimbunan sampah yang hiegenis dan murah. Sedangkan penimbunan darat yg tidak
dirancang dan tidak dikelola dengan baik akan menyebabkan berbagai masalah
lingkungan , diantaranya angin berbau sampah , menarik berkumpulnya Hama , dan adanya genangan air sampah. Efek
samping lain dari sampah adalah gas methan dan karbon dioksida yang juga sangat
berbahaya. (di Bandung kandungan gas methan ini meledak dan melongsorkan gunung
sampah)
3.
Daur
Ulang
Proses
pengambilan barang yang masih memiliki nilai dari sampah untuk digunakan
kembali disebut sebagai daur ulang Contoh kegiatan daur ulang adalah antara
lain adalah :
- Pemanfaatan
kembali kertas bekas yang dapat digunakan terutama untuk keperluan
eksternal
- Plastik
bekas diolah kembali untuk dijadikan sebagai bijih plastik untuk dijadikan
berbagai peralatan rumah tangga seperti ember dll
- Peralatan
elektronik bekas dipisahkan setiap komponen pembangunnya (logam,
plastik/kabel, baterai dll) dan dilakukan pemilahan untuk setiap komponen
yang dapat digunakan kembali
- Gelas/botol
kaca dipisahkan berdasarkan warna gelas (putih, hijau dan gelap) dan
dihancurkan
4. Pengolahan biologis
Material sampah organik , seperti
zat tanaman , sisa makanan atau kertas , bisa diolah dengan menggunakan proses
biologis untuk kompos, atau dikenal dengan istilah pengkomposan.Hasilnya adalah
kompos yang bisa digunakan sebagi pupuk dan gas methana yang bisa digunakan
untuk membangkitkan listrik
.
5. Pemulihan energi
Kandungan energi yang terkandung
dalam sampah bisa diambil langsung dengan cara menjadikannya bahan bakar, atau
secara tidak langsung dengan cara mengolahnya menajdi bahan bakar tipe lain.
Daur-ulang melalui cara "perlakuan panas" bervariasi mulai dari
menggunakannya sebakai bahan bakar memasak atau memanaskan sampai
menggunakannya untuk memanaskan boiler untuk menghasilkan uap dan listrik dari
turbin-generator. Pirolisa dan gasifikasi adalah dua bentuk perlakukan panas
yang berhubungan , dimana sampah dipanaskan pada suhu tinggi dengan keadaan
miskin oksigen. Proses ini biasanya dilakukan di wadah tertutup pada Tekanan tinggi. Pirolisa dari sampah padat
mengubah sampah menjadi produk berzat padat , gas, dan cair. Produk cair dan
gas bisa dibakar untuk menghasilkan energi atau dimurnikan menjadi produk lain.
Padatan sisa selanjutnya bisa dimurnikan menjadi produk seperti karbon aktif.
Gasifikasi danGasifikasi busur plasma yang
canggih digunakan untuk mengkonversi material organik langsung menjadi Gas sintetis (campuran antara karbon monoksida
dan hidrogen). Gas ini kemudian dibakar untuk menghasilkan listrik dan uap.
6.
Pemilahan
Sampah
Sampah
yang dikumpulkan di TPA pada umumnya bercampur antara bahan-bahan organik
maupun non organik sehingga pemilahan perlu dilakukan secara teliti untuk
mendapatkan bahan organik yang dapat dikomposkan seperti dauan-daunan, sisa
makanan, sayuran dan buah-buahan.
7.
Tempat
Pembuangan Akhir (TPA)
TPA
tipe open dumping sudah tidak tepat untuk menuju Indonesia sehat.
Oleh sebab itu, secara bertahap semua Kota dan Kabupaten harus segera mengubah
TPA tipe open dumping menjadi sanitary landfill. Dianjurkan untuk membuat TPA
yang memenuhi kriteria minimum, seperti adanya zona, blok dan sel, alat berat
yang cukup, garasi alat berat, tempat pencucian alat berat, penjaga, truk,
pengolahan sampah, dan persyaratan lainnya.
8.
Peranan
Masyarakat dan Swasta
A. Peranan Masyarakat
Diperlukan upaya peningkatan kesadaran masyarakat yang
tinggi dalam pengelolaan sampah. Upaya yang dilakukan meliputi :
- Masyarakat
memiliki kesadaran untuk mengurangi jumlah sampah dari sumbernya.
- Masyarakat
memiliki kesadaran (willingness to pay) yang tinggi terhadap
biaya pengelolaan sampah.
- Masyarakat
merasa bangga dapat menjaga lingkungan tetap bersih.
B. Peranan Swasta
Upaya
yang dilakukan meliputi :
- Diperlukan
peran serta swasta dalam pengelolaan sampah (pengumpulan/pengangkutan,
incinerator, daur ulang, landfill, dll) yang dilakukan dengan professional,
transparan danaccountable.
- Diperlukan
perangkat kebijakan dalam pengelolaan sampah oleh swasta seperti kemudahan
dalam memenuhi ketentuan dan adanya intensif yang menarik dari pemerintah
terhadap swasta yang melakukan bisnis pengolahan sampah.
9.
Peningkatan
Kapasitas Peraturan
Peraturan
yang dibuat oleh Pemerintah yang berkaitan dengan ketentuan pengelolaan sampah
harus realistis, sistematis dan menjadi acuan dalam pelaksanaan penanganan
sampah di lapangan baik oleh pihak pengelola maupun masyarakat.Seperti Undang-Undang no 18 tahun 2008 tentang
pengelolaan persampahan secara resmi sudah diundangkan, tercatat sebagai
Lembaran Negara RI Tahun 2008, Nomor 69.
Dengan
begitu, undang-undang itu sudah efektif berlaku. Ada banyak hal yang perlu
difahami dari undang-undang dimaksud. Kali ini salah satu subyek yang akan
dikupas adalah asas nilai ekonomi sampah.
Pasal
3 UU 18/2008 berbunyi selengkapnya: “Pengelolaan sampah diselenggarakan
berdasarkan asas tanggung jawab, asas keberlanjutan, asas manfaat, asas
keadilan, asas kesadaran, asas kebersamaan, asas keselamatan, asas keamanan,
dan asas nilai ekonomi”.
Adapun Manfaat
pengelolaan sampah yaitu :
1.
Penghematan
sumber daya alam
2.
Penghematan
energi
3.
Penghematan
lahan TPA
4.
Lingkungan
asri (bersih, sehat, nyaman)
5.
Mengurangi
pencemaran
BAB 2
PENGELOLAAN
SAMPAH DI JEPANG
Semua negara di dunia mengalami masalah sampah ini, mari kita
tengok bagaimana pengelolaan sampah di negara-negara maju? Pertama di Asia,
contohnya: negara Jepang yang kita kenal dengan budaya tachiyomi (membaca
sambil berdiri di toko buku tanpa membeli). Selain itu, Jepang sangat disiplin
dalam mengelola sampah sangat jauh berbeda dengan negara kita (Indonesia).
1.
SAMPAH DI JEPANG
Di negara Jepang,
sampah yang dihasilkan dari aktivitas produksi (ada
beberapa pengecualian) dianggap sebagai
sampah industri, dan pengolahannya
diserahkan sebagai tanggung jawab dari pihak
yang menghasilkannya. Di luar
sampah industri maka digolongkan sebagai
sampah umum, dan secara garis
besar dibagi menjadi sampah umum terkontrol
khusus dan sampah selain itu
(sampah rumah tangga, air kotoran).
Oleh karena ‘kualitas’ dan kuantitas sampah
yang dihasilkan tidak sama
tergantung negara atau distrik, maka metode
pengolahannya pun sudah pasti
berbeda. Dalam kesempatan ini, akan
diperkenalkan kondisi perkembangan
pengolahan sampah umum yang dilakukan Jepang,
dengan menitikberatkan sisi
hardwarenya.
2.
GAMBARAN UMUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN SAMPAH JEPANG
Sejak pertengahan
abad ke-19, di Jepang, seiring dengan laju
modernisasi konsentrasi populasi khususnya
daerah perkotaan berkembang
pesat sehingga kesehatan masyarakat menjadi
masalah serius, dan penguburan
sampah mulai dibatasi, di sisi lain pembakaran
sampah mulai dianjurkan.
Kemudian, pada tahun 1900 dibentuklah
undang-undang pembuangan sampah,
yang menjadikan tugas pengolahan sampah
sebagai tanggung jawab pemerintah,
sehingga sejak itu dimulailah era pembakaran.
Yaitu diadopsinya model
penguburan residu pembakaran di tempat
pembuangan akhir setelah upaya
dengan titik berat pada proses pembakaran
sampah yang dari sudut pandang
antisipasi penyakit menular, kesehatan
masyarakat, dan pengurangan volume sampah sangat
berarti.Setelah itu, seiring ambang batas
polusi yang diperkenankan semakin
diperketat, teknologi terkait (khususnya,
dititikberatkan pada fasilitas pengolahan
gas buangan) semakin berkembang.
Sekitar akhir abad ke-20, gas rumah kaca,
limbah beracun, zat polutan
mikro, tempat pengolahan akhir, mulai
dihubungkan erat dengan pengolahan
sampah. Khususnya, masalah dioksin telah
menjadi masalah besar masyarakat.
Terhadap masalah ini, antisipasinya adalah
menggiatkan pengembangan dan
penggunaan tungku pelelehan berbahan bakar
gas, produksi RDF dan
pengolahan area luas, serta tungku stoker
generasi baru, bersamaan dengan
peninjauan ulang teknologi pembakaran
konvensional karena dioksin akan terurai
dalam kondisi pembakaran sempurna suhu
tinggi.
Selain itu, pengaruh pertumbuhan ekonomi
membuat hidup masyarakat
menjadi berkecukupan, yang menjadikan lekat
pola hidup produksi massal dan
konsumtif, sehingga jumlah sampah yang
dihasilkan semakin membengkak.
Konsekuensinya adalah, semakin menipisnya
sisa tahun penampungan di tempat
pembuangan akhir, serta sulitnya mendapatkan
lahan tempat pembuangan akhir
yang baru, sehingga jumlah sampah tidak layak
bakar membengkak. Atas dasar
itu, dewasa ini daur ulang sampah menjadi
barang bermanfaat menjadi orientasi,
karena di samping dapat mengurangi beban tempat
pembuangan akhir, juga turut
mengurangi konsumsi sumber daya alam dan
meringankan beban lingkungan.
3.
TEKNOLOGI PENGOLAHAN SAMPAH BESAR
Untuk mencapai tatanan masyarakat dengan daur
ulang sumber daya
alam, perlu pembatasan produksi sampah dengan
cara sedapat mungkin mendaur
ulang sampah yang dapat didaur ulang.
Teknologi pengolahan sampah besar merupakan
teknologi pengolahan awal sebelum memasuki tahap proses
pembakaran, sebagai contoh nyata, sampah
besar yang terkumpul dipisahkan
oleh mesin ke dalam kelompok baja, alumunium,
barang terbakar, barang tidak
terbakar, dan untuk besi dan alumunium dijual
sebagai barang berharga, untuk
barang terbakar diproses pembakaran,
sedangkan untuk barang tidak terbakar
ditimbun.
4.
TEKNOLOGI PEMBAKARAN (INCINERATION)
1.
Teknologi Pembakaran Stoker
Bagian utama fasilitas pembakaran, terdiri
dari fasilitas receiving dan
supply, fasilitas pembakaran, fasilitas
pendinginan gas pembakaran, fasilitas
pengolahan gas emisi, fasilitas pembangkit
listrik, fasilitas pemanfaatan panas
sisa, fasilitas pengeluaran abu, serta
pengolahan air buangan.
Tungku pembakaran yang menjadi jantung
fasilitas pembakaran, dari formatnya
dapat dibagi secara gamblang menjadi tipe
stoker dan tipe aliran dasar. Tipe
stoker adalah mainstream tungku pembakaran,
memiliki sejarah panjang, dan
jumlah fasilitasnya jauh lebih banyak. Dengan
stoker yang bergerak ke
depan-belakang sampah diaduk, untuk
pengeringan dan pembakaran digunakan
berbagai macam tungku dari tipe kecil hingga
ke yang besar. Selain itu, bentuk
tungku pembakaran dapat dibagi menjadi tungku
aliran berlawanan, tungku aliran
tengah, dan tungku aliran searah. Bentuk
tungku yang digunakan untuk
pembakaran berbeda-beda tergantung karakter
sampah yang dijadikan obyek.
Dalam rangka memajukan teknologi proses
pembakaran, pengolahan gas
emisi merupakan sarana yang menjamin
pengurangan beban lingkungan. Sarana
tersebut mendominasi sekitar separuh dari
kapasitas total fasilitas pembakaran,dan proporsi dana konstruksi serta biaya
operasional pun besar.
1. Penanganan dioksin
Dioksin tidak hanya dihasilkan dari
pembakaran sampah, tetapi dapat
dihasilkan olehsemua pembakaran. Gas emisi
kendaraan, kebakaran hutan, asap
rokok dan dari perkara lain di sekitar kita
juga dihasilkan. Selain itu, juga proses
pemutihan bubur kertas pun dihasilkan, dan
ada kadangkala dihasilkan sebagai
impurity pada proses produksi senyawa
khlorinat organik.
Terjadinya dioksin dalam pembakaran sampah,
dapat dikendalikan dengan
penguraian suhu tinggi dioksin atau prehormon
melalui pembakaran sempurna
yang stabil. Untuk itu, penting untuk
mempertahankan suhu tinggi gas
pembakaran dalam tungku pembakaran, menjaga
waktu keberadaan yang cukup
bagi gas pembakaran, serta pengadukan
campuran antara gas yang belum
terbakar dan udara dalam gas pembakaran.
Kemudian terhadap pencegahan
pembentukan senyawa de novo yang juga
merupakan penyebab munculnya
dioksin, pendinginan mendadak serta
pengkondisian suhu rendah gas
2. pembakaran akan efektif.
Selain itu, terhadap debu terbang yang
dikumpulkan dengan penghisap
debu yang banyak mengandung dioksin, ada
teknologi pemrosesan reduksi
khlorinat dengan
panas. Untuk udara atmosfir yang dikembalikan, karena
menggunakan reaksi reduksi khlorinat dengan
menukar khlor yang terkandung
dalam dioksin dengan hidrogen, dengan terus
memanaskan debu terbang pada
suhu 350 ke atas, 95 dioksin dalam debu dari
jumlah totalnya akan terurai. Ini
digunakan sebagai teknologi yang dapat
menguraikan dioksin dengan energi input
lebih sedikit dibandingkan dengan peleburan.
3. Pengolahan abu
Karena debu yang dikumpulkan dengan penghisap
debu banyak
mengandung logam berat atau dioksin,
ditetapkan sebagai sampah umum kontrol
khusus dan diwajibkan atasnya berbagai proses
seperti proses sementasi, proses
chelation, ekstraksi asam atau solvent/
netralisasi, peleburan, dan burning.
Di antara ini semua, pada peleburan abu
bakaran atau abu terbang
dipanaskan pada suhu 1250 1450 atau lebih
dengan menggunakan panas
pembakaran bahan bakar atau energi listrik,
san abu dijadika slag. Karena
diproses suhu tinggi, dioksin dalam residu
pembakaran pun 99 % ke atas terurai.
Abu yang telah dijadikan slag, selain
mengalami penyusutan volume, juga
mengalami netralisasi racun, karena itu
pemanfaatan ulang terbuka lebar,
sehingga dapat dipertimbangkan sebagai andil
dalam memperpanjang umur
tempat pembuangan akhir.
Pemanfaatan pembangkit listrik dan panas sisa
Uap panas tekanan tinggi yang dihasilkan
boiler, dikirim ke turbin uap, dan
turbin melakukan kerja dengan berputar,
semakin besar selisih panas anatara inlet
dan outlet semakin besar pula daya listrik
yang dibangkitkan oleh kerja turbin uap
per kuantitas uap. Karena itu, improvisasi
persyaratan inlet turbin dengan cara
membuat boiler panas dan tekanan tinggi, di
samping improvisasi tingkat
kevakuuman pada outlet turbin (tekanan rendah
outlet) merupakan jalan untuk
mendapatkan daya listrik tinggi.
Selain itu, sebagai pemanfaatan sisa panas,
uap yang dihasilkan boiler
dimanfaatkan secara langsung atau melalui
alat penukar panas untuk membuat air
hangat yang itu kemudian digunakan di
internal atau eksternal fasilitas.
5. Tungku Pelelehan Berbahan Bakar
Gas
Agenda permasalahan tungku pembakaran sampah
yang sudah ada
adalah pengurangan beban lingkungan dan
penggalakan penarikan barang yang
diperlukan pada proses pengolahan. Pada
pertengahan tahun 1970 mulai
pengembangannya dilakukan, sebagai upaya
pemecahan masalah tersebut,
dengan memperhatikan penguraian oleh panas.
Tetapi, karena sampahnya
mengandung elemen yang kompleks dan kuantitas
panas yang dihasilkan rendah,
sulit untuk direalisasikan karena membutuhkan
energi pembantu dalam jumlah
besar.
Tetapi, akhir-akhir ini, permasalahan ini
memiliki prospek pemecahan
tungku pelelehan berbahan bakar gas dilirik
kembali karena kuatnya dorongan
kebutuhan akan pengurangan kuantitas emisi
dioksin, serta tuntutan cost down
yang dikeluarkan untuk pelelehan abu
mengingat proses pelelehan abu bakaran
sudah menjadi umum. Sebagai formatnya, ada 3
jenis tungku pelelehan berbahan
bakar gas: tipe fluida dasar, tipe kiln, serta
tipe tungku shaft. Ada berbagai
karakteristik seperti pengurangan drastis
jumlah emisi dioksin dengan
pembakaran suhu tinggi, perampingan fasilitas
pengolahan gas emisi dengan
pembakaran rasio udara rendah, serta tidak
diperlukannya sumber panas
eksternal karena pemanfaatan panas yang
dimiliki sampah untuk pelelehan abu
sampah.
Memang mesin ini memiliki reputasi
pengoperasian yang semakin
bertambah, di satu ia dikritisi khususnya
karena memerlukan input energi
pembantu, ketidakcocokan dengan sampah kalori
rendah, kesulitan penanganan
slag, serta parahnya kerusakan bahan tahan
api.
4.
Tungku Stoker Generasi Baru
Pada tungku pelelehan berbahan bakar gas
terdapat permasalahan
sebagaimana disebutkan di depan, dan
konfigurasi sistem pengolahan gas emisi
pun tidak terlalu jauh berbeda dari tungku
pembakaran stoker konvensional, tetapi
jika pembakaran suhu tinggi rasio udara
rendah dengan tipe tungku stoker
konvensional, dapat dihasilkan efek yang
serupa dengan tungku pelelehan
berbahan bakar gas, karena itulah penggunaan
tungku stoker generasi baru mulai
dipertimbangkan. Tungku stoker memiliki
reputasi nyata, dan reliabilitasnya tinggi.
Selain itu, karena suhu pembakarannya sekitar
1100 , keuntungannya adalah
kerusakan bahan tahan api yang kecil. Dewasa
ini, di berbagai perusahaan,
sedang giat diterapkan uji demonstrasi atau
uji mesin, dan konsep total tungku
stoker generasi baru, kini bergeser dari
pemapanan teknologi, menuju pelemparan
ke pasaran.
Konsep total masing-masing perusahaan
mengenai tungku stoker
generasi baru berbeda dalam hal pembakaran
suhu tinggi dengan rasio udara
rendah dan pencapaian efisiensi pembakaran
tinggi, penurunan konsentrasi
dioksin, pengurangan kunatitas gas emisi,
rasio pemanfaatan panas dan
peningkatan efisiensi pembangkit listrik, serta
tingkat kebersihan dari debu, dan ke
depan perkembangan ini perlu diamati terus.
Pembuatan RDF dan Pengolahan Wilayah Luas
RDF (Refuse Derived Fuel) adalah bahan bakar
yang dibentuk seperti
krayon dengan mencampurkan batu abu ke sampah
yang telah dipisahkan dari
sampah tidak terbakar. Dengan melakukan ini,
tidak akan membusuk walau disimpan dalam waktu lama, serta sangat praktis untuk
pengangkutan. Jika
kualitasnya homogen pembakaran pun stabil.
Karena itu, fasilitas pembuatan RDF
dibangun di berbagai tempat, lalu RDF yang
dibuat di masing-masing tempat di
wilayah yang luas tersebut diangkut dan
dikumpulkan ke satu tempat, sehingga
dapat diadopsi suatu sistem fasilitas
pembangkit listrik yang mengelolah RDF
dalam skala besar. Mengingat kasus ini merupakan
contoh pengolahan sampah
area luas, untuk meningkatkan nilai komersial
sistem secara luas, perlu
memikirkan pembangkit listrik efisiensi
tinggi dan biaya operasionalnya ditutupi
oleh hasil penjualan listrik tersebut.
Poin-poin Penting serta Saran Antisipasi untuk
Fasilitas Insinerator
Sampah tetap akan dihasilkan karena
semaksimal apa pun upaya untuk
3R (Refuse, Reuse, dan Recycle), penurunan
kualitas barang tidak bisa dielakkan.
Proses pembakaran sampah yang dapat melakukan
daur ulang termal, akhir-akhir
ini menjadi teknologi yang mutlak diperlukan.
Tetapi fasilitas pembakaran dengan
beban lingkungan yang rendah serta biaya
operasional yang murah selalu menjadi
tuntutan. Sebagai teknologi pembakaran yang
dapat bertahan, pengurangan
jumlah emisi dioksin, suplai energi efisiensi
tinggi, pengurangan kuantitas produksi
gas efek rumah kaca, seta peringanan lainnya
menjadi target sasaran.
5.
TEKNOLOGI FERMENTASI METANA
Pada tauhn 2002, di Jepang, telah dicanangkan
“biomass – strategi total
Jepang” sebagai kebijakan negara. Sebagai
salah satu teknologi pemanfaatan
biomass sumber daya alam dapat diperbaharui
yang dikembangkan di bawah
moto bendera ini, dikenal teknologi
fermentasi gas metana. Sampah dapur serta
air seni, serta isi septic tank diolah dengan
fermentasi gas metana dan diambil
biomassnya untuk menghasilkan listrik, lebih
lanjut panas yang ditimbulkan juga
turut dimanfaatkan. Sedangkan residunya dapat
digunakan untuk pembuatan
kompos.
Karena sampah dapur mengandung air 70 – 80 %,
sebelum dibakar,
kandungan air tersebut perlu diuapkan. Di
sini, dengan pembagian berdasarkan
sumber penghasil sampah dapur serta
fermentasi gas metana, dapat dihasilkan
sumber energi baru dan ditingkatkan efisiensi
termal secara total.
7.
TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR
(1) Jenis serta Struktur Tempat Pembuangan
Akhir
Untuk tempat pembuangan akhir, metode
penempatannya diatur menurut
undang-undang pengolahan sampah, dan dibagi
menjadi tempat pembuangan tipe
aman, tempat pembuangan terkontrol, tempat
pembuangan terisolasi. Mengenai
penerimaan sampah umum ditangani oleh tempat
pembuangan terkontrol.
Penimbunan memanfaatkan reaksi penguraian
senyawa organik oleh
mikroba yang hidup di dalam tanah. Karena
pada saat penimbunan akan
dihasilkan gas dapat terbakar seperti gas
metana, disiapkan tabung tahan gas
untuk mencegah terjadinya kebakaran atau
ledakan.
(2) Teknologi Pengolahan Air Rembesan
Pada saat dilakukan penimbunan, kualitas air
rembesan (lindih) sangat
dipengaruhi oleh karakteristik sampah yang
ditimbun, skala tanah timbunan,
kedalamannya, kondisi iklim, konstruksi
timbunan dan sebagainya. Memang ini
merupakan pengolahan yang disesuaikan dengan
standar kapasitas buangan yang mengikuti lokasi, tetapi proses awal/
penyesuaian, proses biologi dan proses
kimiawi menjadi bagian utama dalam pengolahan
lindih yang dihasilkan, yang
setelah diolah dikirim ke lokasi penimbunan.
PENUTUP
Teknologi pengolahan
sampah telah diperkenalkan dengan
menitikberatkan pada teknologi pembakaran
yang paling banyak diadopsi.
Teknologi pengolahan sampah, merupakan
teknologi yang keberadaannya
dirasakan mutlak untuk menjaga agar
lingkungan hidup lebih baik, dengan
mengolah sampah yang dihasilkan dari rumah
tangga serta dari aktivitas industri.
Rencana ke depan, ingin mengembangkan
teknologi pengolahan sampah
yang dengan itu dapat menekan konsumsi sumber
daya alam serta meringankan
beban lingkungan.